Menjadi Bangsa Pembaca


Judul Buku : Menjadi Bangsa Pembaca
Penulis : Adew Habtsa
Pengantar       : Hawe Setiawan
Editor : Deni Rachman
Desain Sampul : Hubert Henry
Penerbit       : Wisata Literasi, Bandung Barat, Februari 2014

Ini bukan resensi atau sebuah review, tapi sekedar pendapat mengenai buku “Menjadi Bangsa Pembaca”, yang memberi banyak tanda, penyadaran, sinyal hidup dan kekokohan.  Bahwa hidup harus diperjuangkan, dengan cara menangkap sinyal dan semua tanda.  Kuncinya dari kemauan kita untuk membaca.   Yang membuat saya tertarik untuk mengambil buku ini adalah karena saya pernah menonton pertunjukan musiknya yang bernama “Kapak Ibrahim”.  Kelompok musik ini punya karakter yang kuat, baik dari ketukan dan hentakannya yang keras dilengkapi lirik musik berbau sejarah, politis, kritis, menyentil dan reflektif.   Bagi saya mengambil buku ini karena unik, sangat jarang seorang pemusik bahkan pemusik indie sekalipun membuat tulisan dan dijadikan buku pula.  Rupanya isi buku ini banyak kejutan, catatan harian dan perhatian dia terhadap budaya, sosial dan sejarah bangsa patut diapresiasi.

Pak Hawe Setiawan memberi pengantar pada buku tersebut, dimana  tulisannya memberi penyadaran yang penuh akan pentingnya membaca.  Beliau mengutip kata-kata Tan Malaka:
“Tuntutlah pelajaran dan asahlah otakmu di mana pun.  Janganlah kamu sangka, bahwa kamu sudah cukup pandai dan takabur mengira sudah kelebihan kepandaian….”  Tan Malaka, Tokyo, 1926.

Buku ini berisi tentang langkah-langkah kecilnya yang berefek banyak pada kehidupan sosial, batin, lingkungan sekitar dari hasil proses aktifitas membaca dan menulis.  Langkahnya memberi kehidupan untuknya sehingga menjadi bagian penting yang mendukung setiap gerak, membuka dan meluaskan sudut pandang terhadap hidup.  Dalam pengantar buku ini, penulis menegaskan bahwa membaca sebagai sebuah kebutuhan.  Tidak bisa tidak, harus membaca!  Sesibuk apapun, pasti ada waktu, pasti ada kesempatan, pasti ada luang, yang mau tidak mau harus sempatkan diri untuk membaca.  Membaca apa saja.  (hal. xxxv).

Tulisan Adew menarik, luas, “cerewet”, unik, tajam, namun bahasanya membumi dan mudah difahami.  Semakin kita membaca dari satu bab menuju bab yang lain, menumbuhkan semangat dan penyadaran bahwa membaca memberi banyak arti.  Terlihat dari setiap kalimat terasa hidup, sehingga kita bisa merasakan penulis mempunyai perasaan kuat terhadap dunianya dan cakrawala pengetahuan yang luas.  Pola pikir pada tulisannya yang luas dan banyak, seolah tidak kehabisan kata menunjukan keakrabannya kata.  Saya sering membaca tulisan seseorang yang unik dan mencerahkan, namun begitu bertemu dengan penulisnya ternyata pribadinya jauh berbeda.  Tapi tidak dengan Adew, kesan yang diangkat dari tulisan-tulisannya tidak jauh dengan kepribadiannya yang mempunyai ruang yang luas dan lucu.  Jadi, kalau kamu membaca buku ini seolah tengah berbincang langsung dan berada di dalam ruang diskusi, kamu sudah memang tidak sedang berimajinasi, tulisannya jujur dan nyata, meledak, penuh kejutan dan seringkali out  of the box.  

Melalui catatan-catatannya, kita diajak melanglang buana di dunia kreatif dan komunitas literasi, budaya dan seni, khususnya di Bandung.  Kita diajak singgah dari satu gerakan kelompok ke kelompok yang lain dengan energi yang sama:  menulis, membaca, seni, musik, budaya, sejarah.  Seperti Forum Lingkar Pena (FLP), Asian African Reading Club (AARC), Majelis Sastra Bandung (MSB), dan lainnya.  Di Bandung memang kaya akan dunia komunitas, lingkar ini memberi banyak ruang bagi orang-orang yang haus akan kreatifitas dan menuangkan beragam ide-idenya.  Adew salah satunya. 

Kita bisa mengikuti proses kreatif hidup melalui catatan Adew, dari latar belakang dimana dia tinggal, pengenalan pada dunia buku, kesukaannya bermusik, menulis hingga terlibat langsung dengan komunitas literasi di Bandung dan gerakan berkesenian khususnya musik dan puisi menjadi hal yang didalaminya.  Melalui langkahnya, difahami proses kreatif menuju sebuah karya harus perbanyak membaca.  Ya, membaca buku, membaca lingkungan karena hal ini dapat membuat seseorang menjadi peka dan karyanya mudah dipahami.  Begitupun dengan buku ini, tulisan-tulisan Adew ini menggebu-gebu, penuh energi namun mudah dipahami dan dicerna.  Kita sebagai pembaca di buat iri karena keberaniannya untuk masuk ke beberapa komunitas literasi, bisa mengembangkan diri dan tentu saja karyanya bisa dinikmati oleh orang banyak. 

Pada bab 16, saya menemukan istilah-istilah unik bagi para pengagum buku yang ia dapat dari Biblioholism dikutip dari Tom Raabe oleh Putut Widjanarko.  Rupanya ada dua jenis biblioholik yaitu orang yang mempunyai hasrat berlebihan dalam membeli, membaca, mengagumi buku.  Yang pertama adalah bibliomania, artinya gila buku.  Maksudnya hanya senang mengumpulkan dan mengoleksi buku saja.  Yang kedua, bibliofil artinya cinta buku.  Maksudnya tak hanya mengumpulkan buku, tapi ingin menguras semua kebijakan yang ada dalam buku itu.  

Setiap orang mempunyai kemampuan membaca, membaca “hidup” maupun memahami kata.  Awal sekolah dasar setelah melalui tahap pengenalan dan pembiasaan menggambar dan menyanyi, anak-anak mulai diajarkan mengenal huruf, menulis dan akhirnya membaca.  Melalui bacaan ini, kita bisa diarahkan pada jalur-jalur kehidupan dan membuka ragam informasi yang bisa melengkapi jalan kehidupan yang kita pilih.  Membaca sebuah upaya utama untuk mengenal dan menganalisa manusia dan lingkungan hidupnya agar mempertahankan dan memajukan budaya bangsa.  Perlu kita sadari, apapun profesimu saat ini, membaca sebuah bentuk meluaskah hati dan langkah.  Hidup ini ibarat teka teki, untuk menuntaskan teka tekinya diperlukan pikiran dan hati yang luas, caranya: bacalah!. 

Imatakubesar
Serpong, Januari 2015
#baca1buku1minggu #MingguKe3

Comments

  1. Replies
    1. Bacaini serasa kembali ke masa-masa ber-komunitas dulu, deh. Bisa waas sama Salman, ruang-ruang publik dan serunya berkarya penuh semangat :)

      Delete
  2. Teh Nia dan Teh Maya: Asik buat memotivasi diri untuk terus membaca.

    ReplyDelete
  3. Saya jadi teringatkan untuk penasaran lagi dg bukunya. Saya mengenal Kang Adew di FLP Bandung sewaktu kuliah. Saat peluncuran buku ini juga hadir. Sayangnya saya lagi harus diet beli buku :(

    ReplyDelete
  4. Nambah referensi nih mak buku bacaanku..
    Makasih ya mak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama Mak Fadlun, terimakasih sudah mampir, selamat membaca :)

      Delete
  5. Jadi ingat kata-kata bung Hatta, "Jiwaku boleh terpenjara namun dengan buku aku bebas"

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts